GEOLOGI REGIONAL ZONA KENDENG
GEOMORFOLOGI REGIONAL
Menurut Van
Bemmelen (1949) wilayah Jawa bagian timur berdasarkan morfologi tektonik
(litologi dan pola struktur) dibagi mejadi beberapa zona fisografis yaitu Zona
Pegunungan Selatan, Zona Solo atau Depresi Solo, Zona Kendeng, Depresi
Randublatung, dan Zona Rembang. Ciri morfologi Zona Kendeng berupa jajaran
perbukitan rendah dengan morfologi bergelombang, dengan ketinggian berkisar
antara 50 hingga 200 meter.Jajaran yang berarah barat-timur ini mencerminkan
adanya perlipatan dan sesar naik begitu juga dengan yang berarah barat-timur.
Perlipatan dan anjakan yang
mengikutinya berintensitas besar di bagian barat dan melemah di bagian timur.
Akibatnya, batas dari satuan batuan yang bersebelahan sering merupakan batas
sesar. Lipatan dan anjakan yang disebabkan oleh gaya kompresi juga berakibat
terbentuknya rekahan, sesar dan zona lemah yang lain pada arah tenggara-barat
laut, barat daya-timur laut dan utara-selatan.
Karena sebagian besar litologi
penyusun Mandala Kendeng adalah batulempung-napal-batupasir yang mempunyai
kompaksitas rendah, misalnya pada formasi Pelang, Formasi Kerek dan Napal
Kalibeng yang total ketebalan ketiganya mencapai lebih dari 2000 meter juga
karena beriklim tropis, maka proses eksogenik misalnya pelapukan dan erosi pada
daerah ini berjalan intensif.
Dikarenakan adanya proses tektonik
yang terus berjalan dari zaman Tersier hingga sekarang, maka banyak dijumpai
teras-teras sungai yang menunjukkan adanya perubahan base of sedimentation
berupa pengangkatan pada Mandala Kendeng tersebut. Sungai utama yang mengalir
di atas Mandala Kendeng tersebut yaitu Bengawan Solo dan juga Sungai Lusi.
STRATIGRAFI
REGIONAL
Stratigrafi Zona Kendeng terdiri
atas 7 formasi batuan, urut dari tua ke muda sebagai berikut (Harsono, 1983
dalam Rahardjo 2004) :
1.
Formasi
Pelang
Merupakan formasi tertua yang tersingkap di Mandala Kendeng.Tidak
jelas keberadaan bagian atas maupun bawah dari formasi ini karena singkapannya
pada daerah upthrust ,berbatasan langsung dengan formasi Kerek yang lebih
muda.Tebal terukurnya berkisar antara 85 meter hingga 125 meter (de Genevraye
& Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004). Litologi utama penyusunnya adalah
napal, napal lempungan dengan lensa kalkarenit bioklastik yang banyak mengandung
fosil foraminifera besar.
2.
Formasi
Kerek
Memiliki kekhasan dalam litologinya berupa perulangan
perselang-selingan antara lempung, napal, batupasir tuf gampingan dan batupasir
tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan
bersusun (graded bedding). Lokasinya berada di Desa Kerek, tepi sungai Bengawan
Solo, ± 8 km ke utara Ngawi. Di daerah sekitar lokasi tipe formasi ini terbagi
menjadi tiga anggota (de Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004), dari
tua ke muda masing-masing :
a.
Anggota
Banyuurip
Anggota Banyuurip tersusun oleh perselingan antara napal
lempungan, lempung dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan
total ketebalan 270 meter. Di bagian tengahnya dijumpai sisipan batupasir
gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atasnya ditandai dengan
adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tuf halus.
Anggota ini berumur N10 – N15 (Miosen tengah bagian tengah atas).
b.
Anggota
Sentul
Anggota Sentul tersusun atas perulangan yang hampir sama
dengan anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang bertuf menjadi lebih tebal.
Ketebalan anggota Sentul mencapai 500 meter. Anggota Sentul berumur N16 (Miosen
atas bagian bawah).
c.
Anggota
Batugamping Kerek
Merupakan anggota teratas dari formasi Kerek, tersusun oleh
perselingan antara batugamping tufaan dengan perlapisan lempung dan tuf.
Ketebalan anggota ini mencapai 150 meter. Umur batugamping kerek ini adalah N17
(Miosen atas bagian tengah).
3.
Formasi
Kalibeng
Formasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah
dan bagian atas. Bagian bawah formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis
setebal 600 meter, berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-abu
kebiru-biruan, kaya akan kanndungan foraminifera plangtonik.
a.
Formasi
Kalibeng bagian bawah
Formasi Kalibeng bagian bawah ini terdapat beberapa
perlapisan tipis batupasir yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi
suatu endapan aliran rombakan, yang disebut sebagai Formasi Banyak (Harsono,
1983 dalam Rahardjo, 2004) atau anggota Banyak dari formasi Kalibeng (Nahrowi
dan Suratman, 1990 dalam Rahardjo, 2004), ke arah Jawa Timur, yaitu di sekitar
Gunung Pandan, Gunung Antasangin dan Gunung Soko, bagian atas formasi ini
berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit.
Fasies tersebut disebut sebagai anggota Antasangin (Harsono, 1983 dalam
Rahardjo, 2004).
b.
Formasi
Kaliben bagian atas
Bagian atas dari formasi ini oleh Harsono (1983) disebut
sebagai Formasi Sonde, yang tersusun mula-mula oleh anggota Klitik yaitu
kalkarenit putih kekuning-kuningan, lunak, mengandung foraminifera plangtonik
maupun besar, moluska, koral, algae dan bersifat napalan atau pasiran dengan
berlapis baik. Bagian paling atas tersusun atas breksi dengan fragmen gamping
berukuran kerikil dan semen karbonat. Kemudian disusul endapan napal pasiran,
semakin keatas napalnya bersifat semakin bersifat lempungan. Bagian teratas
ditempati oleh lempung berwarna hijau kebiru-biruan. Formasi Sonde ini
ditemukan sepanjang sayap lipatan bagian selatan antiklinorium Kendeng dengan
ketebalan berkisar 27 – 589 meter dan berumur Pliosen (N19 – N21).
4.
Formasi
Pucangan
Formasi Pucangan ini mempunyai penyebaran yang cukup luas.
Di Kendeng bagian barat satuan ini tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Di
Mandala Kendeng yaitu daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai
fasies vulkanik dan fasies lempung hitam. Fasies vulkaniknya berkembang sebagai
endapan lahar yang menumpang diatas formasi Kalibeng. Fasies lempung hitamnya
berkembang dari fasies laut, air payau hingga air tawar. Di bagian bawah dari
lempung hitam ini sering dijumpai adanya fosil diatomae dengan sisipan lapisan
tipis yang mengandung foraminifera bentonik penciri laut dangkal. Semakin ke
atas akan menunjukkan kondisi pengendapan air tawar yang dicirikan dengan
adanya fosil moluska penciri air tawar.
5.
Formasi
Kabuh
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Kabuh, Kec. Kabuh,
Jombang. Formasi ini tersusun oleh batupasir dengan material non vulkanik
antara lain kuarsa, berstruktur silang siur dengan sisipan konglomerat,
mengandung moluska air tawar dan fosil-fosil vertebrata. Formasi ini mempunyai
penyebaran geografis yang luas. Di daerah Kendeng barat formasi ini tersingkap
di kubah Sangiran sebagai batupasir silang siur dengan sisipan konglomerat dan
tuf setebal 100 meter. Batuan ini diendapkan fluvial dimana terdapat struktur
silang siur, maupun merupakan endapan danau karena terdpaat moluska air tawar
seperti yang dijumpai di Trinil.
6.
Formasi
Notopuro
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Notopuro, Timur
Laut Saradan, Madiun yang saat ini telah dijadikan waduk. Formasi ini terdiri
atas batuan tuf berselingan dengan batupasir tufaan, breksi lahar dan
konglomerat vulkanik. Makin keatas sisipan batupasir tufaan semakin banyak.
Sisipan atau lensa-lensa breksi volkanik dengan fragmen kerakal terdiri dari
andesit dan batuapung juga ditemukan yang merupakan cirri formasi Notopuro.
Formasi ini terendapkan secara selaras diatas formasi Kabuh, tersebar sepanjang
Pegunungan Kendeng dengan ketebalan lebih dari 240 meter. Umur dari formasi ini
adalah Plistosen akhir dan merupakan endapan lahar di daratan.
7.
Endapan
undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen
napal dan andesit disamping endapan batupasir yang mengandung fosil-fosil
vertebrata. di daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik
sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang agak terkonsolidasi dan
menumpang di atas bidang erosi pada Formasi Kabuh maupun Notopuro.
3. Struktur Geologi Regional
Deformasi
pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen),
deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik
lempeng dimana diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utara – selatan
dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi
deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng.
Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang
menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik dimana banyak zona sesar
naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota formasi.
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.
Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak.
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.
Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak.
Secara umum struktur – struktur yang
ada di Zona Kendeng berupa :
1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur.
2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi.
3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut.
4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.
by: Ayu Evi Octaviana TGL'13 UGM
1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur.
2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi.
3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut.
4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.
by: Ayu Evi Octaviana TGL'13 UGM
sumber terkait :
De Genevraye ,P. , Samuel , Luki . 1972. Geology of the Kendeng Zone (Central and East Java) . Indonesian Petroleum Association
Harsono, Pringgroprawiro. 1983. Stratigrafi daerah Mandala Rembang dan sekitarnya . Jakarta
Rahardjo, Wartono. 2004. Buku Panduan Ekskursi Geologi Regional Pegunungan Selatan dan Zona Kendeng. Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
(dengan beberapa perubahan)
http://novianto-geophysicist.blogspot.com/2012/01/geologi-regional-zona-kendeng.html diakses pada 16 Mei 2014 pukul
09:30 pm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar