Minggu, 26 Oktober 2014

About me :

       haloo, terimakasih sudah mengunjungi blog saya, Ayu Evi Octaviana mahasiswa Teknik Geologi UGM angkatan 2013, selamat membaca dan semoga bermanfaat :)
(POSEDUR  PREPARASI SAYATAN TIPIS, FUNGSI dan BAGIAN MIKROSKOP POLARISASI, FUNGSI KEPING KUARSA, KEPING GIPS, dan KEPING MIKA )

PROSEDUR PREPARASI SAYATAN TIPIS
            Pada  penelitian mineral dan batuan, digunakan 2 macam preparat, yaitu : (1) bubuk/serbuk, dan (2) sayatan tipis.Akan tetapi,  preparat yang lebih sering digunakan adalah preparat jenis sayatan tipis, dikarenakan beberapa keunggulan dari informasi yang diperoleh apabila kita meneliti mineral dan batuan dengan menggunakan jenis preparat berupa sayatan tipis, dibandingkan dengan preparat serbuk.Adapun kelebihan dari penggunaan preparat berupa sayatan tipis adalah sebagai berikut :
·         Struktur batuan tetap ada, tidak hilang
·         Index bias absolut
·         Orientasi sudah tertentu
·         Peraga dapat dipakai terus, tidak hanya sementara
·         Mineralogi serta sifat optik dari mineral dalam batuan dapat terlihat.

Dibalik beberapa keunggulan dalam penggunaan preparat berupa sayatan tipis, penggunaan preparat ini juga mempunyai kelemahan dibandingkan preparat serbuk, salah satunya adalah dalam hal pembuatan preparat sayatan tipis yang memakan waktu cukup lama, dimana prosedur dalam pembuatan sayatan tipis adalah sebagai berikut :
1.      Mempersiapkan Sampel
Sampel pengamatan dalam mineralogi optik dapat berupa mineral ataupun batuan dengan ukuran yang tidak terlalu besar ( tidak sebesar dalam pengamatan secara deskriptif menggunakan mata tanpa mikroskop, yaitu contoh setangan ).
2.      Memotong Sampel
Sampel mineral atau batuan yang telah disiapkan dipotong dengan menggunakan gergaji atau mesin potong khusus hingga didapatkan bentuk lempengan dengan kedua permukaannya betul – betul merupakan bidang datar yang sejajar, dengan ketebalan kurang lebih 3 mm, luas 2 cm x 4 cm.
            Mesin potong yang digunakan terdiri dari lempengan logam ( biasanya Cu )yang tipis dan berputar cepatpada poros horisontal.Pada tepi lingkaran ditaburkan serbuk intan atau bahan lain yang mempunyai tingkat kekerasan tinggi.Pada bagian yang polos digunakan bubuk karborundum selama mesin digunakan untuk memotong.Dalam proses pemotongan juga dibutuhkan aliran air untuk mendinginkan dan menjaga alat dari keausan.
3.      Meratakan Sampel
Salah satu permukaan yang mendatar dari keping mineral atau batuan dibuat rata dengan permukaan yang halus, dengan gerinda yang bersifat abrasif dan permukaannya merata.Untuk meratakan betul – betul, permukaan digosokkan di atas kaca tebal yang diberi  karborundum, biasanya dipakai 3 kaca ditaburi karborundum kasar (± 100 mesh ), sedang (± 200 – 300 mesh ), dan halus (± 400 – 600 mesh ).
4.      Mengelem Sayatan Tipis
Bagian permukaan yang sudah diratakan hingga halus dilekatkan pada keping kaca objek dengan pertolongan balsam Kanada atau preparat khusus yang mirip/hampir sama sifatnya dengan balsam Kanada.Supaya dapat merekat dengan baik, kaca objek dengan balsam Kanada dipanasi kira-kira 2 menit, dengan duhu ± 160 ˚C.Dalam memanasi tidak boleh terlalu masak karena dapat mengakibatkan warna coklat berasap dan akan mudah retak bila kering.Keping batuan ditekan pelan-pelan diatas balsam Kanada sampai rata benar duduknya di atas kaca objek, dan menghindari adanya gelembung-gelembung udara dalam balsam Kanada.
5.      Menipiskan Sampel
Mula – mula penipisan dilakukan memakai gerinda yang kasar dahulu, kemudian gerinda yang halus.Untuk menghaluskan dan membuat permukaan merata betul, preparat digosok-gosokkan diatas kaca tebal yang ditaburi karborundum yang dimulai dari kasar-sedang-halus.Apabila ktebalan telah mencapai 0,035 mm, preparat dicek dibawah mikroskop polarisasi nikol bersilang, dan apabila semua ketebalan telah betul, maka antara semua kristal kuarsa pada sayatan tipis tidak ada yang menimbulkan warna interferensi yang lebih tinggi dari kuning orde pertama, juga mineral plagioklas tidak memperlihatkan warna interferensi lebih tinggi dai putih atau abu-abu orde pertama.
6.      Mencuci Preparat Sayatan Tipis dengan Air
Setelah ketebalan memenuhi syarat, hal yang harus dilakukan adalah mencuci preparat sampai berih kemudian mengeringkan preparat tersebut.Pada permukaan emudian diolesi balsam Kanada dan dipanasi lagi sampai akhirnya ditutup dengan kaca penutup ( cover glass ).Penggunaan balsam Kanada yang berlebihan dapt mengganggu jalnnya pengamatan, oleh karena itu perlu dibersihkan dengan xilol atau minyak tanah.
7.      Memberikan Nomor pada Sayatan Tipis
Pemberian nomor pada sayatan tipis sangat berguna untuk menandai sampel.
Batuan lepas dan rapuh yang digunakan sebagai sampel,  maka diperlukan cara khusus dengan merebus terlebih dahulu beberapa waktu, sehingga setelah kering batuan akan seperti keadaan pada saat masif.Baik atau buruknya pembuatan sayatan tipis tergantung pada ketelitian, ketekunan, kesabaran, serta pengalaman pengasah.
FUNGSI DAN BAGIAN MIKROSKOP POLARISASI
Dalam penelitian secara optik, dapat digunakan 3 jenis mikroskop, yaitu : (1).Mikroskop binokular biasa, (2) Mikroskop polarisasi, dan (3). Mikroskop Polarisasi Pantulan. Mikroskop polarisasi berbeda dengan mkroskop binokular yang hanya memperbesar benda yang diamati, sehingga bagian – bagian dari mikroskop binokular dan mikroskop polarisasi terdapat perbedaan juga. Dalam pengamatan menggunakan mikroskop polarisasi, cahaya yang digunakan adalah cahaya yang terbias, bukan cahaya terpantul

Adapun bagian dan fungsi dari mikroskop polarisasi adalah sebagai berikut :
1. Kaki mikroskop
Berfungsi sebagai tempat tumpuan dari seluruh bagian mikroskop, bentuknya ada yang bulat dan ada yang seperti tapal kuda (U). Pada mikroskop tipe Bausch & Lomb, kaki mikroskop juga digunakan untuk menempatkan cermin. Pada tipe Olympus, kaki mikroskop sebagai tempat lampu halogen sebagai sumber cahaya pengganti cermin.
2.   Cermin
            Terdiri dari cermin datar dan cermin cekung, yang berfungsi untuk  menangkap dan meneruskan cahaya ke dalam sistem optik dalam  mikroskop.Cermin cekung dapat menerima terkonsentrasi ke satu titik, sehingga menghasilkan sinar yang lebih terang.
2. Substage Unit
Terdiri dari polarisator atau “lower nicol”, diafragma iris, dan kondensor.Polarisator (“lower nicol”) merupakan suatu bagian yang terdiri dari suatu lembaran polaroid, berfungsi untuk menyerap cahaya secara terpilih (selective absorbtion), sehingga hanya cahaya yang bergetar pada satu arah bidang getar saja yang bisa diteruskan. Dalam mikroskop lembaran ini diletakkan sedemikian hingga arah getaran sinarnya sejajar dengan salah satu benang silang pada arah N-S atau E-W.
·    
 Diafragma iris terdapat di atas polarisator, berfungsi untuk mengatur jumlah cahaya yang diteruskan dengan cara mengurangi atau menambah besarnya apertur/bukaan diafragma. Hal ini merupakan faktor penting dalam menentukan intensitas cahaya yang diterima oleh mata pengamat, karena kemampuan akomodasi mata tiap-tiap orang relatif berbeda. Fungsi penting lainnya adalah untuk menetapkan besarnya daerah pada peraga yang ingin diterangi, juga dalam penentuan relief, di mana cahaya harus dikurangi sekecil mungkin untuk pengamatan “garis becke”.
·         Kondensor terletak pada bagian paling atas dari “substage unit”. Kondensor berupa lensa cembung yang berfungsi untuk memberikan cahaya memusat yang datang dari cermin di bawahnya. Lensa kondensor dapat diputar/diayun keluar dari jalan cahaya apabila tidak digunakan/difungsikan.
3.  Meja Objek
         Bentuknya berupa piringan yang berlubang di bagian tengahnya sebagai jalan masuknya cahaya. Meja objek ini berfungsi sebagai tempat menjepit preparat/peraga. Meja objek ini dapat berputar pada sumbunya yang vertikal, dan dilengkapi dengan skala sudut dalam derajat dari 0o sampai 360o. Pada bagian tepi meja terdapat tiga buah sekerup pemusat untuk memusatkan perputaran meja pada sumbunya (centering).
4.  Tubus Mikroskop
         Bagian ini terletak di atas meja objek dan berfungsi sebagai unit teropong, yang terdiri atas beberapa bagian antara lain lensa objektif, lubang kompensator, analisator, lensa amici bertrand dan lensa okuler.
Ø  Lensa objektif
Merupakan bagian paling bawah dari tubus mikroskop, berfungsi untuk menangkap dan memperbesar bayangan sayatan mineral dari meja objek. Biasanya pada mikroskop polarisasi terdapat tiga buah lensa objektif dengan perbesaran yang berbeda, tergantung keinginan pengamat, dan biasanya perbesaran yang digunakan adalah 4x, 10x dan 40x, kadang ada yang 100x
Ø  Lubang kompensator
Adalah suatu lubang pipih pada tubus sebagai tempat memasukkan kompensator, suatu bagian yang digunakan untuk menentukan warna interferensi. Kompensator berupa baji kuarsa atau gips yang menipis ke arah depan, sehingga pada saat dimasukkan lubang akan menghasilkan perubahan war na interferensi pada mineral.
Ø  Analisator
Adalah bagian dari mikroskop yang fungsinya hampir sama dengan polarisator, dan terbuat dari bahan yang sama juga, hanya saja arah getarannya bisa dibuat searah getaran polarisator (nikol sejajar) dan tegak lurus arah getaran polarisator (nikol bersilang)
Ø  Lensa Amici Bertrand
Lensa ini difungsikan dalam pengamatan konoskopik saja, untuk memperbesar gambar interferensi yang terbentuk pada bidang fokus balik (back focal plane) pada lensa objektif, dan memfokuskan pada lensa okuler.
Ø  Lensa okuler
Terdapat pada bagian paling atas dari tubus mikroskop, berfungsi untuk memperbesar bayangan objek dan sebagai tempat kita mengamati medan pandang. Pada lensa ini biasanya terdapat benang silang, sebagai pemandu dalam pengamatan dan pemusatan objek pengamatan. 

FUNGSI KEPING KUARSA, KEPING GIPS, dan KEPING MIKA
·         Keping Kuarsa
Keping kuarsa sering juga disebut sebagai baji kuarsa merupakan suatu sayatan kuarsa yang dipotong sehigga sumbu c-nya searah dengan arah memanjangnya bajidengan harga dwi biasnya 0,009, dan ketebalan 0-0.1 atau 0-0,25 mm.Fungsi dari keping kuarsa adalah untuk melihat pengaruh ketebalan sayatan terhadap retardasinya, dengan rumus 1-2 ), dimana  retardasi, t= tebal sayatan tipis, dan n1 n2 = index bias dari n dan nkuarsa.Fungsi lain dari keping/baji kuarsa adalah untuk menentukan terjadinya penambahan/pengurangan warna interferensi suatu kristal.
·         Keping Gips
Merupakan suatu sayatan gipsum yang mempunyai ketebalan sedemikian sehingga menghasilkan harga .Keping gips berfungi untuk menentukan terjadinya penambahan/pengurangan warna interferensi suatu kristal, sama dengan fungsi baji kuarsa akan tetapi lebih sering digunakan keping gips.Selain itu juga berfungsi untuk membedakan arah bidang getaran sinar lambat dan arah getaran sinar cepat pada suatu kristal yang diamati diatas meja objek, dimana objek yang diamati adalah jenis kristal yang memiliki dwi bias atau warna interferensi yang rendah.
·         Keping Mika

Terbuat dari muskovit yang pipih sedemikian rupa sehingga Berfungsi untuk membedakan arah bidang getaran sinar lambat dan arah getaran sinar cepat pada suatu kristal yang diamati diatas meja objek, dimana objek yang diamati adalah kristal yang memiliki warna interferensi yang tinggi atau ekstrim.Hal ini diterapkan dalam penentuan banyak sifat optik, misalkan tanda rentang, besar sudut gelapan dan tanda optik.

by : Ayu Evi Octaviana TGL'13 UGM

sumber:

Judith, Bean dkk. 1981 . Mineral Optik.Yogyakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Keer, Paul F. 1977. Optical Mineralogy.New York: McGraw-Hill Company.
SIFAT OPTIK MINERAL DALAM PENGAMATAN DENGAN NIKOL SEJAJAR
Dalam pengamatan mineral dan batuan secara optik, dapat dilakukan dengan menggunakan dua jenis cara pengamatan, yaitu: (1) Pengamatan dengan nikol sejajar (plane polarized light), dan (2) Pengamatan dengan nikol bersilang (crossed polarized light). Pengamatan mikroskopik tipe plane polarized light merupakan pengamatan yang dilakukan dengan arah analisator yang diputar sampai sejajar dengan arah polarisator, dan polarisator tetap dipasang pada tempatnya, sedangkan pengamatan dengan crossed polarized light  merupakan pengamatan dimana analisator dan polarisator dipasang saling tegak lurus.
Pengamatan dengan nikol sejajar akan dapat memberikan informasi dari sifat-sifat optik yang tampak.Sifat – sifat optik yang dapat diamati dengan nikol sejajar dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
1.      Sifat optik yang mempunyai hubungan tertentu dengan sumbu-sumbu kristalografik, yaitu :
·         Bentuk
·         Belahan
·         Pecahan                                                                                     
2.      Sifat optik yang mempunyai hubungan erat dengan sumbu – sumbu sinar pada kristal, yaitu :
·         Index bias
·         Relief
·         Warna
·         Pleokroisme
Sifat lain yang dapat diamati dari pengamatan menggunakan nikol sejajar adalah :
·         Ketembuan cahaya, inklusi dan ukuran mineral
by : Ayu Evi Octaviana TGL'13 UGM

sumber:

Judith, Bean dkk. 1981 . Mineral Optik.Yogyakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Keer, Paul F. 1977. Optical Mineralogy.New York: McGraw-Hill Company.
                                       GEOLOGI REGIONAL ZONA KENDENG


GEOMORFOLOGI  REGIONAL
Menurut Van Bemmelen (1949) wilayah Jawa bagian timur berdasarkan morfologi tektonik (litologi dan pola struktur) dibagi mejadi beberapa zona fisografis yaitu Zona Pegunungan Selatan, Zona Solo atau Depresi Solo, Zona Kendeng, Depresi Randublatung, dan Zona Rembang. Ciri morfologi Zona Kendeng berupa jajaran perbukitan rendah dengan morfologi bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50 hingga 200 meter.Jajaran yang berarah barat-timur ini mencerminkan adanya perlipatan dan sesar naik begitu juga dengan yang berarah barat-timur.
Perlipatan dan anjakan yang mengikutinya berintensitas besar di bagian barat dan melemah di bagian timur. Akibatnya, batas dari satuan batuan yang bersebelahan sering merupakan batas sesar. Lipatan dan anjakan yang disebabkan oleh gaya kompresi juga berakibat terbentuknya rekahan, sesar dan zona lemah yang lain pada arah tenggara-barat laut, barat daya-timur laut dan utara-selatan.
Karena sebagian besar litologi penyusun Mandala Kendeng adalah batulempung-napal-batupasir yang mempunyai kompaksitas rendah, misalnya pada formasi Pelang, Formasi Kerek dan Napal Kalibeng yang total ketebalan ketiganya mencapai lebih dari 2000 meter juga karena beriklim tropis, maka proses eksogenik misalnya pelapukan dan erosi pada daerah ini berjalan intensif.
Dikarenakan adanya proses tektonik yang terus berjalan dari zaman Tersier hingga sekarang, maka banyak dijumpai teras-teras sungai yang menunjukkan adanya perubahan base of sedimentation berupa pengangkatan pada Mandala Kendeng tersebut. Sungai utama yang mengalir di atas Mandala Kendeng tersebut yaitu Bengawan Solo dan juga Sungai Lusi.

STRATIGRAFI REGIONAL
Stratigrafi Zona Kendeng terdiri atas 7 formasi batuan, urut dari tua ke muda sebagai berikut (Harsono, 1983 dalam Rahardjo 2004) :
1.      Formasi Pelang
Merupakan formasi tertua yang tersingkap di Mandala Kendeng.Tidak jelas keberadaan bagian atas maupun bawah dari formasi ini karena singkapannya pada daerah upthrust ,berbatasan langsung dengan formasi Kerek yang lebih muda.Tebal terukurnya berkisar antara 85 meter hingga 125 meter (de Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004). Litologi utama penyusunnya adalah napal, napal lempungan dengan lensa kalkarenit bioklastik yang banyak mengandung fosil foraminifera besar.
2.      Formasi Kerek
Memiliki kekhasan dalam litologinya berupa perulangan perselang-selingan antara lempung, napal, batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan bersusun (graded bedding). Lokasinya berada di Desa Kerek, tepi sungai Bengawan Solo, ± 8 km ke utara Ngawi. Di daerah sekitar lokasi tipe formasi ini terbagi menjadi tiga anggota (de Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004), dari tua ke muda masing-masing :
a.       Anggota Banyuurip
Anggota Banyuurip tersusun oleh perselingan antara napal lempungan, lempung dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan total ketebalan 270 meter. Di bagian tengahnya dijumpai sisipan batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atasnya ditandai dengan adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tuf halus. Anggota ini berumur N10 – N15 (Miosen tengah bagian tengah atas).
b.      Anggota Sentul
Anggota Sentul tersusun atas perulangan yang hampir sama dengan anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang bertuf menjadi lebih tebal. Ketebalan anggota Sentul mencapai 500 meter. Anggota Sentul berumur N16 (Miosen atas bagian bawah).
c.       Anggota Batugamping Kerek
Merupakan anggota teratas dari formasi Kerek, tersusun oleh perselingan antara batugamping tufaan dengan perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan anggota ini mencapai 150 meter. Umur batugamping kerek ini adalah N17 (Miosen atas bagian tengah).
3.      Formasi Kalibeng
Formasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah dan bagian atas. Bagian bawah formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter, berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-abu kebiru-biruan, kaya akan kanndungan foraminifera plangtonik.
a.       Formasi Kalibeng bagian bawah
Formasi Kalibeng bagian bawah ini terdapat beberapa perlapisan tipis batupasir yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan aliran rombakan, yang disebut sebagai Formasi Banyak (Harsono, 1983 dalam Rahardjo, 2004) atau anggota Banyak dari formasi Kalibeng (Nahrowi dan Suratman, 1990 dalam Rahardjo, 2004), ke arah Jawa Timur, yaitu di sekitar Gunung Pandan, Gunung Antasangin dan Gunung Soko, bagian atas formasi ini berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit. Fasies tersebut disebut sebagai anggota Antasangin (Harsono, 1983 dalam Rahardjo, 2004).
b.      Formasi Kaliben bagian atas
Bagian atas dari formasi ini oleh Harsono (1983) disebut sebagai Formasi Sonde, yang tersusun mula-mula oleh anggota Klitik yaitu kalkarenit putih kekuning-kuningan, lunak, mengandung foraminifera plangtonik maupun besar, moluska, koral, algae dan bersifat napalan atau pasiran dengan berlapis baik. Bagian paling atas tersusun atas breksi dengan fragmen gamping berukuran kerikil dan semen karbonat. Kemudian disusul endapan napal pasiran, semakin keatas napalnya bersifat semakin bersifat lempungan. Bagian teratas ditempati oleh lempung berwarna hijau kebiru-biruan. Formasi Sonde ini ditemukan sepanjang sayap lipatan bagian selatan antiklinorium Kendeng dengan ketebalan berkisar 27 – 589 meter dan berumur Pliosen (N19 – N21).
4.      Formasi Pucangan
Formasi Pucangan ini mempunyai penyebaran yang cukup luas. Di Kendeng bagian barat satuan ini tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Di Mandala Kendeng yaitu daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam. Fasies vulkaniknya berkembang sebagai endapan lahar yang menumpang diatas formasi Kalibeng. Fasies lempung hitamnya berkembang dari fasies laut, air payau hingga air tawar. Di bagian bawah dari lempung hitam ini sering dijumpai adanya fosil diatomae dengan sisipan lapisan tipis yang mengandung foraminifera bentonik penciri laut dangkal. Semakin ke atas akan menunjukkan kondisi pengendapan air tawar yang dicirikan dengan adanya fosil moluska penciri air tawar.
5.      Formasi Kabuh
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Kabuh, Kec. Kabuh, Jombang. Formasi ini tersusun oleh batupasir dengan material non vulkanik antara lain kuarsa, berstruktur silang siur dengan sisipan konglomerat, mengandung moluska air tawar dan fosil-fosil vertebrata. Formasi ini mempunyai penyebaran geografis yang luas. Di daerah Kendeng barat formasi ini tersingkap di kubah Sangiran sebagai batupasir silang siur dengan sisipan konglomerat dan tuf setebal 100 meter. Batuan ini diendapkan fluvial dimana terdapat struktur silang siur, maupun merupakan endapan danau karena terdpaat moluska air tawar seperti yang dijumpai di Trinil.
6.      Formasi Notopuro
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Notopuro, Timur Laut Saradan, Madiun yang saat ini telah dijadikan waduk. Formasi ini terdiri atas batuan tuf berselingan dengan batupasir tufaan, breksi lahar dan konglomerat vulkanik. Makin keatas sisipan batupasir tufaan semakin banyak. Sisipan atau lensa-lensa breksi volkanik dengan fragmen kerakal terdiri dari andesit dan batuapung juga ditemukan yang merupakan cirri formasi Notopuro. Formasi ini terendapkan secara selaras diatas formasi Kabuh, tersebar sepanjang Pegunungan Kendeng dengan ketebalan lebih dari 240 meter. Umur dari formasi ini adalah Plistosen akhir dan merupakan endapan lahar di daratan.
7.      Endapan undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen napal dan andesit disamping endapan batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata. di daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi pada Formasi Kabuh maupun Notopuro.

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_ilMCHy2HJl2YcsX-f4LuHvdIQS98z3j0Y5Ly9FK1zvU4xRDIiyV6pDFWin-4fITj69lJA0F1VPZPZVeEaFlmcdV1gAYFK1QjWFNOGbE5wyjT2LW3nYROdhgh-ptGR-oHn0vh2O4zxQ/s320/Stratigrafi+Zona+Kendeng+%2528Harsono+1983%2529.gif

3. Struktur Geologi Regional
Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen), deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik lempeng dimana diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utara – selatan dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik dimana banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota formasi.
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.
Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak.
Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona Kendeng berupa :
1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur.

2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi.

3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut.

4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.

by: Ayu Evi Octaviana TGL'13 UGM

sumber terkait :

De Genevraye ,P. , Samuel , Luki . 1972. Geology of the Kendeng Zone (Central and East Java) . Indonesian Petroleum Association
Harsono, Pringgroprawiro. 1983. Stratigrafi daerah Mandala Rembang dan sekitarnya . Jakarta
Rahardjo, Wartono. 2004. Buku Panduan Ekskursi Geologi Regional Pegunungan Selatan dan Zona Kendeng. Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
(dengan beberapa perubahan)

GEOLOGI REGIONAL PEGUNUNGAN SELATAN


I. Geomorfologi Regional

Lokasi daerah Bayat berada kurang lebih 25 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Secara umum fisiografi Bayat dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah di sebelah utara Kampus Lapangan terutama di sisi utara jala raya Kecamatan Wedi yang disebut sebagai area Perbukitan Jiwo (Jiwo Hills), dan area di sebelah selatan Kampus Lapangan yang merupakan wilayah Pegunungan Selatan (Southern Mountains).
a. Perbukitan Jiwo
Perbukitan Jiwo merupakan inlier dari batuan Pre-Tertiary dan Tertiary di sekitar endapan Quartenary, terutama terdiri dari endapan fluvio-volcanic yang berasal dari G. Merapi. Elevasi tertinggi dari puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 m di atas muka air laut, sehingga perbukitan tersebut merupakan suatu perbukitan rendah.
Perbukitan Jiwo dibagi menjadi dua wilayah yaitu Jiwo Barat dan Jiwo Timur yang keduanya dipisahkan oleh Sungai Dengkeng secara antecedent. Sungai Dengkeng sendiri mengalir mengitari komplek Jiwo Barat, semula mengalir ke arah South-Southwest, berbelok ke arah East kemudian ke North memotong perbukitan dan selanjutnya mengalir ke arah Northeast. Sungai Dengkeng ini merupakan pengering utama dari dataran rendah di sekitar Perbukitan Jiwo.Gambar 4.2. Pembagian fisiografi daerah Bayat di mana Perbukitan Jiwo Barat dan Timur dipisahkan oleh Sungai Dengkeng.
Dataran rendah ini semula merupakan rawa-rawa yang luas akibat air yang mengalir dari lembah G. Merapi tertahan oleh Pegunungan Selatan. Genangan air ini, di utara Perbukitan Jiwo mengendapkan pasir yang berasal dari lahar. Sedangkan di selatan atau pada bagian lekukan antarbukit di Perbukitan Jiwo merupakan endapan air tenang yang berupa lempung hitam, suatu sedimen Merapi yang subur ini dikeringkan (direklamasi) oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk dijadikan daerah perkebunan. Reklamasi ini dilakukan degan cara membuat saluran-saluran yang ditanggul cukup tinggi sehingga air yang datang dari arah G. Merapi akan tertampung di sungai sedangkan daerah dataran rendahnya yang semula berupa rawa-rawa berubah menjadi tanah kering yang digunakan untuk perkebunan. Sebagian dari rawayang semula luas itu disisakan di daerah yang dikelilingi Puncak Sari, Tugu, dan Kampak di Jiwo Barat, dikenal sebagai Rawa Jombor. Rawa yang disisakan itu berfungsi sebagai tendon untuk keperluan irigasi darah perkebunan di dataran sebelah utara Perbukitan Jiwo Timur.
Untuk mengalirakan air dari rawa-rawa tersebut, dibuat saluran buatan dari sudut Southwest rawa-rawa menembus perbukitan batuan metamorfik di G. Pegat mengalir ke timur melewati Desa Sedan dan memotong Sungai Dengkeng lewat aqueduct di sebelah seatan Jotangan menerus ke arah timur.
Daerah perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan perbukitan memanjang dengan punggung yang tumpul sehingga kenampakan punca-puncak tidak begitu nyata. Tebing-tebing perbukitannya tidak terlalu terbiku sehingga alur-alurnya tidak banyak dijumpai (Perbukitan Bawak-Temas di Jiwo Timur dan Tugu-Kampak di Jiwo Barat). Untuk daerah yang tersusun oleh batuan metamorfik perbukitannya menunjukkan relief yang lebih nyata dengan tebing-tebing yang terbiku kuat. Kuatnya hasil penorehan tersebut menghasilkan akumulasi endapan hasil erosi di kaki perbukitan ini yang dikenal sebagai colluvial. Puncak-puncak perbukitan yang tersusun dari batuan metamorfik terlihat menonjol dan beberapa diantaranya cenderung berbentuk kerucut seperti puncak Jabalkat dan puncak Semanggu. Daerah degan relief kuat ini dijumpai daerah Jiwo Timur mulai dari puncak Konang kea rah timur hingga puncak Semanggu dan Jokotuo. Daerah di sekitar puncak Pendul merupakan satu-satunya tubuh bukit yang seluruhnya tersusun oleh batuan beku. Kondisi morfologinya cukup kasar mirip perbukitan metamorfik namun relief yang ditunjukkan puncaknya tidak sekuat perbukitan metamorfik.

b. Daerah Jiwo Barat
Jiwo Barat terdiri dari deretan perbukitan G. Kampak, G. Tugu, G. Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat. G. Kampak dan G. Tugu memiliki litologi batugamping berlapis, putih kekuningan, kompak, tebal lapisan 20 – 40 cm. Di daerah G. Kampak batugamping tersebut sebagian besar merupakan suatu tubuh yang massif, menunjukkan adanya asosiasi dengan kompleks terumbu (reef). Di antara G. Tugu dan G. Sari batugamping tersebut mengalami kontak langsung dengan batuan metamorfik (mica schist).
Daerah Jiwo Barat memiliki puncak-puncak bukit berarah utara-selatan yang diwakili oleh puncak  Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo, Sari, dan Tugu dengan di bagian paling utara membelok ke arah barat yaitu G. Kampak.
Batuan metamorf di daerah ini mencakup daerah di sekitar G. Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat yang secara umum berupa sekis mika, filit, dan banyak mengandung mineral kuarsa. Di sekitar daerah G. Sari, G. Kebo, dan G. Merak  pada sekis mika tersebut dijumpai bongkah-bongkah andesit dan mikrodiorit. Zona-zona lapukannya berupa spheroidal weathering yang banyak dijumpai di tepi jalan desa. Batuan beku tersebut merupakan batuan terobosan yang mengenai tubuh sekis mika . singkapan yang baik dijumpai di dasar sungai-sungai kecil yang menunjukkan kekar kolom (columnar joint).
Batuan metamorfik yang dijumpai juga berupa filit sekis klorit, sekis talk, terdapat mieral garnet, kuarsit serta marmer di sekitar  G. Cakaran, dan G. Jabalkat. Sedangkan pada bagian puncak dari kedua bukit itumasih ditemukan bongkah-bongkah konglomerat kuarsa. Sedangkan di sebelah barat G. Cakaran pada  area pedesaan di tepian Rawa Jombor masih dapat ditemukan sisa-sisa konglomerat kuarsa serta batupasir. Sampai saat ini batuan metamorfik tersebut ditafsirkan sebagai batuan berumur Pre-Tertiary, sedagkan batupasir dan konglomerat dimasukkan ke dalam Formasi Wungkal.
Di daerah ini dijumpai dua inlier (isolated hill) masing-masing di bukit Wungkal dan bukit Salam. Bukit Wungkal semakin lama semakin rendah akibat penggalian penduduk untuk mengambil batu asah (batu wungkal) yang terdapat di bukit tersebut.

c. Daerah Jiwo Timur
Daerah ini mencakup sebelah timur Sungai Dengkeng yang merupakan deretan perbukitan yang terdiri dari Gunung Konang, Gunung Pendul, Gunung Semangu, Di lereng selatan Gunung Pendul hingga mencapai bagian puncak, terutama mulai dari sebelah utara Desa Dowo dijumpai batu pasir berlapis, kadang kala terdapat £ragmen sekis mika ada di dalamnya. Sedangkan di bagian timur Gunung Pendul tersingkap batu lempung abu-abu berlapis, keras, mengalami deformasi lokal secara kuat hingga terhancurkan.
Hubungan antar satuan batuan tersebut masih memberikan berbagai kemungkinan karena kontak antar satuan terkadang tertutup oleh koluvial di daerah dataran. Kepastian stratigrafis antar satuan batuan tersebut barn dapat diyakini jika telah ada pengukuran umur absolut. Walaupun demikian berbagai pendekatan penyelidikan serta rekontruksi stratigrafis telah banyak dilakukan oleh para ahli.
Daerah perbukitan Jiwo Timur mempunyai puncak-puncak bukit berarah barat-timur yang diwakili oleh puncak-puncak Konang, Pendul dan Temas, Gunung J okotuo dan Gunung T emas.
Gunung Konang dan Gunung Semangu merupakan tubuh batuan sekis-mika, berfoliasi cukup baik, sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh intrusi mikrodiorit. Gunung Jokotuo merupakan batuan metasedimen (marmer) dimana pada tempat tersebut dijumpai tanda-tanda struktur pense saran. Sedangkan Gunung Temas merupakan tubuh batu gamping berlapis.
Di sebelah utara Gunung Pendul dijumpai singkapan batu gampmg nummulites, berwarna abu-abu dan sangat kompak, disekitar batu gamping nummulites tersebut terdapat batu pasir berlapis. Penyebaran batugamping nummulites dijumpai secara setempat-setempat terutam di sekitar desa Padasan, dengan percabangan ke arah utara yang diwakili oleh puncak Jopkotuo dan Bawak.
Di bagian utara dan tenggara Perbukitan Jiwo timur terdapat bukit terisolir yang menonjol dan dataran aluvial yang ada di sekitamya. Inlier (isolited hill) ini adalah bukit Jeto di utara dan bukit Lanang di tenggara. Bukit Jeto secara umum tersusun oleh batu gamping Neogen yang bertumpu secara tidak selaras di atas batuan metamorf, sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh batu gamping Neogen.

d. Daerah Pegunungan selatan
Di sebelah selatan Kampus Lapangan hingga mencapai puncak Pegunungan Baturagung, secara stratigrafis sudah tennasuk wilayah Pegunungan Selatan. Secara struktural deretan pegunungan tersebut, pada penampang utara-selatan, merupakan suatu pegunungan blok patahan yang membujur barat-timur.
Untuk daerah di sekitar kampus lapangan, litologi yang dijumpai merupakan bagian dari Fonnasi Kebo, Butak dan Semilir. Beberapa lokasi singkapan penting penting antard lain sekitar Lanang dan desa Tegalrejo dijumpai” batu pasir tufan dengan sisipan serpih. Di selatan desa Banyuuripan, yaitu desa Kalisogo, ditemukan breksi autoklastik dengan pola retakan radial yang ditafsirkan sebagai produk submarine breccia. Semakin ke selatan, sekitar desa Tanggul, Jarum dan Pendem, terdapat singkapan endapan kipas aluvial. Di bagian barat daya, sekitar desa Tegalrejo, dijumpai batu pasir berlapis dengan pelapukan mengulit bawang. Di bagian timumya terdapat batu lempung abu-abu dengan zona kekar.
Naik ke arah puncak Baturagung, perlapisan-Iperlapisan batuan sedimen akan dijumpai dengan baik, dapat berupa batu pasir, batu lempung, batu pasir krikilan, batu pasir tufa maupun sisipan breksi. Pengamtan sepanjang jalan ini sangat penting untuk melacak keaadaan strtigrafis serta struktur geologi di daerah selatan Kampus Lapangan.

II. Stratigrafi Regional

Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf berupa filtit, sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat untuk batuan malihan hingga saat ini masih belum ada. Satu-satunya data tidak langsung untuk perkiraan umurnya adalah didasarkan fosil tunggal Orbitolina yang diketemukan oleh Bothe (1927) di dalam fragmen konglomerat yang menunjukkan umur Kapur. Dikarenakan umur batuan sedimen tertua yang menutup batuan malihan tersebut berumur awal Tersier (batu pasir batu gamping Eosen), maka umur batuan malihan tersebut disebut batuan Pre-Tertiary Rocks.
Secara tidak selaras menumpang di atas batuan malihan adalah batu pasir yang tidak garnpingan sarnpai sedikit garnpingan dan batu lempung, kemudian di atasnya tertutup oleh batu gamping yang mengandung fosil nummulites yang melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping Discocyc1ina, menunjukkan lingkungan laut dalarn. Keberadaan forminifera besar ini bersarna dengan foraminifera plangtonik yang sangat jarang ditemukan di dalam batu lempung gampingan, menunjukkna umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas. Secara resmi, batuan berumur Eosen ini disebut Formasi Wungkal-Garnping. Keduanya, batuan malihan dan Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh batuan beku menengah bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utam Gunung Pendul, yang terletak di bagJn timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike. Singkapan batuan beku di Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi di atas batuan Eosen yang miring ke arah selatan. Batuan beku ini secara stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu garnping yang masih mempunyai kemiringan lapisan ke arah selatan. Penentuan umur pada dike! intrusi pendul oleh Soeria Atmadja dan kawan-kawan (1991) menghasilkan sekitar 34 juta tahun, dimana hasil ini kurang lebih sesuai dengan teori Bemmelen (1949), yang menfsirkan bahwa batuan beku tersebut adalah merupakan leher/ neck dari gunung api Oligosen. Mengenai genetik dan generasi magmatisme dari diorit di Perbukitan Jiwo masih memerlukan kajian yang lebih hati-­hati.
Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut disebabkan oleh pengangkatan atau penurunan muka air laut selama peri ode akhir oligosen. Proses erosi terse but telah menurunkan permukaan daratan yang ada, kemudian disusul oleh periode transgresi dan menghasilkan pengendapan batu garnping dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut mempunyai ciri litologi yang sarna dengan Formasi Oyo yang tersingkap lenih banyak di Pegunungan Selatan (daerah Sambipitu­ Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi Wungkal­Gampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sang at berbeda dengan Pegunungan Baturagung di selatannya. Di sini ketebalan batuan volkaniklastik-marin yang dicirikan turbidit dan sedimen hasil pengendapan aliran gravitasi lainnya tersingkap dengan baik. Perbedaan-perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh kompleks sistem sesar yang memisahkan daerah Perbukitan Jiwo dengan Pegunungan Baturagung yang telah aktif sejak Tersier Tengah.
Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir. Pengangkatan yang diikuti dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan Jiwo berubah menjadi daerah lingkungan darat. Pasir vulkanik yang berasal dari gunung api Merapi yang masih aktif mempengaruhi proses sedimentasi endapan aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut dari Perbukitan Jiwo.

Keadaan stratigrafi Pegunugan Selatan, dari tua ke muda yaitu :
Formasi Kebo, berupa batu pasir vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan lava, umur Oligosen (N2-N3), ketebalan formasi sekitar 800 meter.
Formasi Butak, dengan ketebalan 750 meter berumur Miosen awal bagian bawah (N4), terdiri dari breksi polomik, batu pasir dan serpih.
Formasi Semilir, berupa tufa, lapili, breksi piroklastik, kadang ada sisipan lempung dan batu pasir vulkanik. Umur N5-N9. Bagian tengah meJ1iari dengan Formasi Nglanggran.
Formasi Nglanggran, berupa breksi vulkanik, batu pasir vulkanik, lava dan breksi aliran.
Dari puncak Baturagung ke arah selatan, yaitu menuju dataran Wonosari akan dijumpai Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan Formasi Kepek.

III. Struktur Geologi Regional


Struktur-struktur geologi yang bekembang di daerah penelitian adalah struktur lipatan dan sesar-sesar naik, turun dan sesar mendatar. Struktur Geologi tersebut berkembang diperkirakan akibat bekerjanya gaya kompresi berarah hampir utara-selatan yang kemungkinan berlangasung dalam dua periode, pada awal kala Miosen Tengah sebelum Formasi Oyo diendapkan dan pada kala Pliosen setelah Formasi Oyo diendapkan. Bahan Galian yang terdapat di daerah peneltian yang memiliki nilai ekonomis adalah marmer,batugamping, lempung, breksi tufa dan batuan beku.
by : Ayu Evi Octaviana TGL'13 UGM
sumber:
Bemmelen, Van.1949.The Geologi of Indonesia.Batavia
Van Bemmelen, R. W., 1970, The Geologi of Indonsia, vol. 1A, General Geologi of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, 2­nd ed, Martinus Nijhoff, the haque.
http://ibnudwibandono.wordpress.com/2010/07/12/geologi-regional-bayat-klaten/
IAGEOUPN. 2010. Guide Book Field Trip Bayat-Karangsambung IAGEOUPN. Yogyakarta : Ikatan Alumni Geologi UPN
Prasetyadi . 2007 . Evolusi tektonik Paleogen Jawa Bagian Timur, disertasi ITB, tidak dipublikasikan