haloo, terimakasih sudah mengunjungi blog saya, Ayu Evi Octaviana mahasiswa Teknik Geologi UGM angkatan 2013, selamat membaca dan semoga bermanfaat :)
Minggu, 26 Oktober 2014
(POSEDUR PREPARASI SAYATAN TIPIS, FUNGSI dan BAGIAN
MIKROSKOP POLARISASI, FUNGSI KEPING KUARSA, KEPING GIPS, dan KEPING MIKA )
PROSEDUR PREPARASI
SAYATAN TIPIS
Pada penelitian
mineral dan batuan, digunakan 2 macam preparat, yaitu : (1) bubuk/serbuk, dan
(2) sayatan tipis.Akan tetapi, preparat
yang lebih sering digunakan adalah preparat jenis sayatan tipis, dikarenakan
beberapa keunggulan dari informasi yang diperoleh apabila kita meneliti mineral
dan batuan dengan menggunakan jenis preparat berupa sayatan tipis, dibandingkan
dengan preparat serbuk.Adapun kelebihan dari penggunaan preparat berupa sayatan
tipis adalah sebagai berikut :
·
Struktur batuan tetap ada, tidak hilang
·
Index bias absolut
·
Orientasi sudah tertentu
·
Peraga dapat dipakai terus, tidak hanya
sementara
·
Mineralogi serta sifat optik dari
mineral dalam batuan dapat terlihat.
Dibalik
beberapa keunggulan dalam penggunaan preparat berupa sayatan tipis, penggunaan
preparat ini juga mempunyai kelemahan dibandingkan preparat serbuk, salah
satunya adalah dalam hal pembuatan preparat sayatan tipis yang memakan waktu cukup
lama, dimana prosedur dalam pembuatan sayatan tipis adalah sebagai berikut :
1.
Mempersiapkan Sampel
Sampel
pengamatan dalam mineralogi optik dapat berupa mineral ataupun batuan dengan
ukuran yang tidak terlalu besar ( tidak sebesar dalam pengamatan secara
deskriptif menggunakan mata tanpa mikroskop, yaitu contoh setangan ).
2.
Memotong Sampel
Sampel
mineral atau batuan yang telah disiapkan dipotong dengan menggunakan gergaji
atau mesin potong khusus hingga didapatkan bentuk lempengan dengan kedua
permukaannya betul – betul merupakan bidang datar yang sejajar, dengan
ketebalan kurang lebih 3 mm, luas 2 cm x 4 cm.
Mesin potong yang digunakan terdiri
dari lempengan logam ( biasanya Cu )yang tipis dan berputar cepatpada poros
horisontal.Pada tepi lingkaran ditaburkan serbuk intan atau bahan lain yang
mempunyai tingkat kekerasan tinggi.Pada bagian yang polos digunakan bubuk
karborundum selama mesin digunakan untuk memotong.Dalam proses pemotongan juga
dibutuhkan aliran air untuk mendinginkan dan menjaga alat dari keausan.
3.
Meratakan Sampel
Salah satu permukaan
yang mendatar dari keping mineral atau batuan dibuat rata dengan permukaan yang
halus, dengan gerinda yang bersifat abrasif dan permukaannya merata.Untuk
meratakan betul – betul, permukaan digosokkan di atas kaca tebal yang
diberi karborundum, biasanya dipakai 3
kaca ditaburi karborundum kasar (± 100 mesh ), sedang (± 200 – 300 mesh ), dan
halus (± 400 – 600 mesh ).
4.
Mengelem Sayatan Tipis
Bagian permukaan yang
sudah diratakan hingga halus dilekatkan pada keping kaca objek dengan
pertolongan balsam Kanada atau preparat khusus yang mirip/hampir sama sifatnya
dengan balsam Kanada.Supaya dapat merekat dengan baik, kaca objek dengan balsam
Kanada dipanasi kira-kira 2 menit, dengan duhu ± 160 ˚C.Dalam memanasi tidak
boleh terlalu masak karena dapat mengakibatkan warna coklat berasap dan akan
mudah retak bila kering.Keping batuan ditekan pelan-pelan diatas balsam Kanada
sampai rata benar duduknya di atas kaca objek, dan menghindari adanya
gelembung-gelembung udara dalam balsam Kanada.
5.
Menipiskan Sampel
Mula
– mula penipisan dilakukan memakai gerinda yang kasar dahulu, kemudian gerinda
yang halus.Untuk menghaluskan dan membuat permukaan merata betul, preparat
digosok-gosokkan diatas kaca tebal yang ditaburi karborundum yang dimulai dari
kasar-sedang-halus.Apabila ktebalan telah mencapai 0,035 mm, preparat dicek
dibawah mikroskop polarisasi nikol bersilang, dan apabila semua ketebalan telah
betul, maka antara semua kristal kuarsa pada sayatan tipis tidak ada yang
menimbulkan warna interferensi yang lebih tinggi dari kuning orde pertama, juga
mineral plagioklas tidak memperlihatkan warna interferensi lebih tinggi dai
putih atau abu-abu orde pertama.
6.
Mencuci Preparat Sayatan Tipis dengan
Air
Setelah
ketebalan memenuhi syarat, hal yang harus dilakukan adalah mencuci preparat
sampai berih kemudian mengeringkan preparat tersebut.Pada permukaan emudian
diolesi balsam Kanada dan dipanasi lagi sampai akhirnya ditutup dengan kaca
penutup ( cover glass ).Penggunaan balsam
Kanada yang berlebihan dapt mengganggu jalnnya pengamatan, oleh karena itu
perlu dibersihkan dengan xilol atau minyak tanah.
7.
Memberikan Nomor pada Sayatan Tipis
Pemberian
nomor pada sayatan tipis sangat berguna untuk menandai sampel.
Batuan
lepas dan rapuh yang digunakan sebagai sampel, maka diperlukan cara khusus dengan merebus
terlebih dahulu beberapa waktu, sehingga setelah kering batuan akan seperti
keadaan pada saat masif.Baik atau buruknya pembuatan sayatan tipis tergantung
pada ketelitian, ketekunan, kesabaran, serta pengalaman pengasah.
FUNGSI DAN BAGIAN
MIKROSKOP POLARISASI
Dalam
penelitian secara optik, dapat digunakan 3 jenis mikroskop, yaitu :
(1).Mikroskop binokular biasa, (2) Mikroskop polarisasi, dan (3). Mikroskop Polarisasi
Pantulan. Mikroskop polarisasi berbeda dengan mkroskop binokular yang hanya
memperbesar benda yang diamati, sehingga bagian – bagian dari mikroskop
binokular dan mikroskop polarisasi terdapat perbedaan juga. Dalam pengamatan
menggunakan mikroskop polarisasi, cahaya yang digunakan adalah cahaya yang
terbias, bukan cahaya terpantul
Adapun
bagian dan fungsi dari mikroskop polarisasi adalah sebagai berikut :
1. Kaki mikroskop
Berfungsi sebagai tempat tumpuan
dari seluruh bagian mikroskop, bentuknya ada yang bulat dan ada yang seperti
tapal kuda (U). Pada mikroskop tipe Bausch & Lomb, kaki mikroskop juga
digunakan untuk menempatkan cermin. Pada tipe Olympus, kaki mikroskop sebagai
tempat lampu halogen sebagai sumber cahaya pengganti cermin.
2. Cermin
Terdiri dari cermin datar dan cermin
cekung, yang berfungsi untuk menangkap dan meneruskan cahaya ke dalam
sistem optik dalam mikroskop.Cermin
cekung dapat menerima terkonsentrasi ke satu titik,
sehingga menghasilkan sinar yang lebih terang.
2. Substage Unit
Terdiri dari polarisator atau
“lower nicol”, diafragma iris, dan kondensor.Polarisator
(“lower nicol”) merupakan suatu bagian yang terdiri dari
suatu lembaran polaroid, berfungsi untuk menyerap cahaya secara terpilih (selective
absorbtion), sehingga hanya cahaya yang bergetar pada satu arah bidang
getar saja yang bisa diteruskan. Dalam mikroskop lembaran ini diletakkan
sedemikian hingga arah getaran sinarnya sejajar dengan salah satu benang silang
pada arah N-S atau E-W.
·
Diafragma iris terdapat di atas
polarisator,
berfungsi untuk
mengatur jumlah cahaya yang diteruskan dengan cara mengurangi atau menambah
besarnya apertur/bukaan diafragma. Hal ini merupakan faktor penting dalam
menentukan intensitas cahaya yang diterima oleh mata pengamat, karena kemampuan
akomodasi mata tiap-tiap orang relatif berbeda. Fungsi penting lainnya adalah
untuk menetapkan besarnya daerah pada peraga yang ingin diterangi, juga dalam
penentuan relief, di mana cahaya harus dikurangi sekecil mungkin untuk
pengamatan “garis becke”.
· Kondensor terletak pada
bagian paling atas dari “substage unit”. Kondensor berupa lensa
cembung yang berfungsi untuk memberikan cahaya memusat yang datang dari cermin
di bawahnya. Lensa kondensor dapat diputar/diayun
keluar dari jalan cahaya apabila tidak digunakan/difungsikan.
3. Meja Objek
Bentuknya berupa piringan yang berlubang di bagian tengahnya sebagai jalan
masuknya cahaya. Meja objek ini berfungsi sebagai tempat menjepit
preparat/peraga. Meja objek ini dapat berputar pada sumbunya yang vertikal, dan
dilengkapi dengan skala sudut dalam derajat dari 0o sampai 360o.
Pada bagian tepi meja terdapat tiga buah sekerup pemusat untuk memusatkan
perputaran meja pada sumbunya (centering).
4. Tubus Mikroskop
Bagian ini terletak di atas meja objek dan berfungsi sebagai unit teropong,
yang terdiri atas beberapa bagian antara lain lensa objektif, lubang
kompensator, analisator, lensa amici bertrand dan lensa okuler.
Ø Lensa objektif
Merupakan bagian paling bawah dari
tubus mikroskop, berfungsi untuk menangkap dan memperbesar bayangan sayatan
mineral dari meja objek. Biasanya pada mikroskop polarisasi terdapat tiga buah
lensa objektif dengan perbesaran yang berbeda, tergantung keinginan pengamat,
dan biasanya perbesaran yang digunakan adalah 4x, 10x dan 40x, kadang ada yang
100x
Ø Lubang kompensator
Adalah suatu lubang pipih pada tubus
sebagai tempat memasukkan kompensator, suatu bagian yang digunakan untuk
menentukan warna interferensi. Kompensator berupa baji kuarsa atau gips yang
menipis ke arah depan, sehingga pada saat dimasukkan lubang akan menghasilkan
perubahan war na interferensi pada mineral.
Ø Analisator
Adalah bagian dari mikroskop yang
fungsinya hampir sama dengan polarisator, dan terbuat dari bahan yang sama
juga, hanya saja arah getarannya bisa dibuat searah getaran polarisator (nikol
sejajar) dan tegak lurus arah getaran polarisator (nikol bersilang)
Ø Lensa Amici Bertrand
Lensa ini difungsikan dalam pengamatan
konoskopik saja, untuk memperbesar gambar interferensi yang terbentuk pada
bidang fokus balik (back focal plane) pada lensa objektif, dan memfokuskan pada
lensa okuler.
Ø Lensa okuler
Terdapat pada bagian paling atas dari
tubus mikroskop, berfungsi untuk memperbesar bayangan objek dan sebagai tempat
kita mengamati medan pandang. Pada lensa ini biasanya terdapat benang silang,
sebagai pemandu dalam pengamatan dan pemusatan objek pengamatan.
FUNGSI KEPING KUARSA,
KEPING GIPS, dan KEPING MIKA
·
Keping
Kuarsa
Keping
kuarsa sering juga disebut sebagai baji kuarsa merupakan suatu sayatan kuarsa
yang dipotong sehigga sumbu c-nya searah dengan arah memanjangnya bajidengan
harga dwi biasnya 0,009, dan ketebalan 0-0.1 atau 0-0,25 mm.Fungsi dari keping
kuarsa adalah untuk melihat pengaruh ketebalan sayatan terhadap retardasinya,
dengan rumus 1-2 ),
dimana retardasi, t= tebal
sayatan tipis, dan n1 n2 = index bias dari n dan nkuarsa.Fungsi lain dari keping/baji kuarsa adalah untuk
menentukan terjadinya penambahan/pengurangan warna interferensi suatu kristal.
·
Keping
Gips
Merupakan
suatu sayatan gipsum yang mempunyai ketebalan sedemikian sehingga menghasilkan
harga .Keping gips berfungi untuk menentukan terjadinya
penambahan/pengurangan warna interferensi suatu kristal, sama dengan fungsi
baji kuarsa akan tetapi lebih sering digunakan keping gips.Selain itu juga
berfungsi untuk membedakan arah bidang getaran sinar lambat dan arah getaran
sinar cepat pada suatu kristal yang diamati diatas meja objek, dimana objek
yang diamati adalah jenis kristal yang memiliki dwi bias atau warna
interferensi yang rendah.
·
Keping
Mika
Terbuat
dari muskovit yang pipih sedemikian rupa sehingga Berfungsi untuk membedakan arah bidang getaran sinar lambat
dan arah getaran sinar cepat pada suatu kristal yang diamati diatas meja objek,
dimana objek yang diamati adalah kristal yang memiliki warna interferensi yang
tinggi atau ekstrim.Hal ini diterapkan dalam penentuan banyak sifat optik,
misalkan tanda rentang, besar sudut gelapan dan tanda optik.
by : Ayu Evi Octaviana TGL'13 UGM
sumber:
Judith,
Bean dkk. 1981 . Mineral Optik.Yogyakarta:
Pusat Penerbitan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Keer,
Paul F. 1977. Optical Mineralogy.New
York: McGraw-Hill Company.
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/biologi-sel/teknik-mempelajari-sel/ diakses pada 18/09/2014 pukul 19:08 WIB.
SIFAT
OPTIK MINERAL DALAM PENGAMATAN DENGAN NIKOL SEJAJAR
Dalam
pengamatan mineral dan batuan secara optik, dapat dilakukan dengan menggunakan
dua jenis cara pengamatan, yaitu: (1) Pengamatan dengan nikol sejajar (plane
polarized light), dan (2) Pengamatan dengan nikol bersilang (crossed polarized light). Pengamatan mikroskopik tipe plane polarized light merupakan
pengamatan yang dilakukan dengan
arah analisator yang diputar sampai sejajar dengan arah polarisator, dan
polarisator tetap dipasang pada tempatnya, sedangkan pengamatan
dengan crossed polarized light merupakan pengamatan dimana analisator dan
polarisator dipasang saling tegak lurus.
Pengamatan
dengan nikol sejajar akan dapat memberikan informasi dari sifat-sifat optik
yang tampak.Sifat – sifat optik yang dapat diamati dengan nikol sejajar dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
1. Sifat
optik yang mempunyai hubungan tertentu dengan sumbu-sumbu kristalografik, yaitu
:
·
Bentuk
·
Belahan
·
Pecahan
2. Sifat
optik yang mempunyai hubungan erat dengan sumbu – sumbu sinar pada kristal,
yaitu :
·
Index bias
·
Relief
·
Warna
·
Pleokroisme
Sifat
lain yang dapat diamati dari pengamatan menggunakan nikol sejajar adalah :
·
Ketembuan cahaya, inklusi dan ukuran mineral
by : Ayu Evi Octaviana TGL'13 UGM
sumber:
Judith,
Bean dkk. 1981 . Mineral Optik.Yogyakarta:
Pusat Penerbitan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Keer,
Paul F. 1977. Optical Mineralogy.New
York: McGraw-Hill Company.
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/biologi-sel/teknik-mempelajari-sel/ diakses pada 23/09/2014 pukul 19:08 WIB.
GEOLOGI REGIONAL ZONA KENDENG
GEOMORFOLOGI REGIONAL
Menurut Van
Bemmelen (1949) wilayah Jawa bagian timur berdasarkan morfologi tektonik
(litologi dan pola struktur) dibagi mejadi beberapa zona fisografis yaitu Zona
Pegunungan Selatan, Zona Solo atau Depresi Solo, Zona Kendeng, Depresi
Randublatung, dan Zona Rembang. Ciri morfologi Zona Kendeng berupa jajaran
perbukitan rendah dengan morfologi bergelombang, dengan ketinggian berkisar
antara 50 hingga 200 meter.Jajaran yang berarah barat-timur ini mencerminkan
adanya perlipatan dan sesar naik begitu juga dengan yang berarah barat-timur.
Perlipatan dan anjakan yang
mengikutinya berintensitas besar di bagian barat dan melemah di bagian timur.
Akibatnya, batas dari satuan batuan yang bersebelahan sering merupakan batas
sesar. Lipatan dan anjakan yang disebabkan oleh gaya kompresi juga berakibat
terbentuknya rekahan, sesar dan zona lemah yang lain pada arah tenggara-barat
laut, barat daya-timur laut dan utara-selatan.
Karena sebagian besar litologi
penyusun Mandala Kendeng adalah batulempung-napal-batupasir yang mempunyai
kompaksitas rendah, misalnya pada formasi Pelang, Formasi Kerek dan Napal
Kalibeng yang total ketebalan ketiganya mencapai lebih dari 2000 meter juga
karena beriklim tropis, maka proses eksogenik misalnya pelapukan dan erosi pada
daerah ini berjalan intensif.
Dikarenakan adanya proses tektonik
yang terus berjalan dari zaman Tersier hingga sekarang, maka banyak dijumpai
teras-teras sungai yang menunjukkan adanya perubahan base of sedimentation
berupa pengangkatan pada Mandala Kendeng tersebut. Sungai utama yang mengalir
di atas Mandala Kendeng tersebut yaitu Bengawan Solo dan juga Sungai Lusi.
STRATIGRAFI
REGIONAL
Stratigrafi Zona Kendeng terdiri
atas 7 formasi batuan, urut dari tua ke muda sebagai berikut (Harsono, 1983
dalam Rahardjo 2004) :
1.
Formasi
Pelang
Merupakan formasi tertua yang tersingkap di Mandala Kendeng.Tidak
jelas keberadaan bagian atas maupun bawah dari formasi ini karena singkapannya
pada daerah upthrust ,berbatasan langsung dengan formasi Kerek yang lebih
muda.Tebal terukurnya berkisar antara 85 meter hingga 125 meter (de Genevraye
& Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004). Litologi utama penyusunnya adalah
napal, napal lempungan dengan lensa kalkarenit bioklastik yang banyak mengandung
fosil foraminifera besar.
2.
Formasi
Kerek
Memiliki kekhasan dalam litologinya berupa perulangan
perselang-selingan antara lempung, napal, batupasir tuf gampingan dan batupasir
tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan
bersusun (graded bedding). Lokasinya berada di Desa Kerek, tepi sungai Bengawan
Solo, ± 8 km ke utara Ngawi. Di daerah sekitar lokasi tipe formasi ini terbagi
menjadi tiga anggota (de Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004), dari
tua ke muda masing-masing :
a.
Anggota
Banyuurip
Anggota Banyuurip tersusun oleh perselingan antara napal
lempungan, lempung dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan
total ketebalan 270 meter. Di bagian tengahnya dijumpai sisipan batupasir
gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atasnya ditandai dengan
adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tuf halus.
Anggota ini berumur N10 – N15 (Miosen tengah bagian tengah atas).
b.
Anggota
Sentul
Anggota Sentul tersusun atas perulangan yang hampir sama
dengan anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang bertuf menjadi lebih tebal.
Ketebalan anggota Sentul mencapai 500 meter. Anggota Sentul berumur N16 (Miosen
atas bagian bawah).
c.
Anggota
Batugamping Kerek
Merupakan anggota teratas dari formasi Kerek, tersusun oleh
perselingan antara batugamping tufaan dengan perlapisan lempung dan tuf.
Ketebalan anggota ini mencapai 150 meter. Umur batugamping kerek ini adalah N17
(Miosen atas bagian tengah).
3.
Formasi
Kalibeng
Formasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah
dan bagian atas. Bagian bawah formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis
setebal 600 meter, berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-abu
kebiru-biruan, kaya akan kanndungan foraminifera plangtonik.
a.
Formasi
Kalibeng bagian bawah
Formasi Kalibeng bagian bawah ini terdapat beberapa
perlapisan tipis batupasir yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi
suatu endapan aliran rombakan, yang disebut sebagai Formasi Banyak (Harsono,
1983 dalam Rahardjo, 2004) atau anggota Banyak dari formasi Kalibeng (Nahrowi
dan Suratman, 1990 dalam Rahardjo, 2004), ke arah Jawa Timur, yaitu di sekitar
Gunung Pandan, Gunung Antasangin dan Gunung Soko, bagian atas formasi ini
berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit.
Fasies tersebut disebut sebagai anggota Antasangin (Harsono, 1983 dalam
Rahardjo, 2004).
b.
Formasi
Kaliben bagian atas
Bagian atas dari formasi ini oleh Harsono (1983) disebut
sebagai Formasi Sonde, yang tersusun mula-mula oleh anggota Klitik yaitu
kalkarenit putih kekuning-kuningan, lunak, mengandung foraminifera plangtonik
maupun besar, moluska, koral, algae dan bersifat napalan atau pasiran dengan
berlapis baik. Bagian paling atas tersusun atas breksi dengan fragmen gamping
berukuran kerikil dan semen karbonat. Kemudian disusul endapan napal pasiran,
semakin keatas napalnya bersifat semakin bersifat lempungan. Bagian teratas
ditempati oleh lempung berwarna hijau kebiru-biruan. Formasi Sonde ini
ditemukan sepanjang sayap lipatan bagian selatan antiklinorium Kendeng dengan
ketebalan berkisar 27 – 589 meter dan berumur Pliosen (N19 – N21).
4.
Formasi
Pucangan
Formasi Pucangan ini mempunyai penyebaran yang cukup luas.
Di Kendeng bagian barat satuan ini tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Di
Mandala Kendeng yaitu daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai
fasies vulkanik dan fasies lempung hitam. Fasies vulkaniknya berkembang sebagai
endapan lahar yang menumpang diatas formasi Kalibeng. Fasies lempung hitamnya
berkembang dari fasies laut, air payau hingga air tawar. Di bagian bawah dari
lempung hitam ini sering dijumpai adanya fosil diatomae dengan sisipan lapisan
tipis yang mengandung foraminifera bentonik penciri laut dangkal. Semakin ke
atas akan menunjukkan kondisi pengendapan air tawar yang dicirikan dengan
adanya fosil moluska penciri air tawar.
5.
Formasi
Kabuh
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Kabuh, Kec. Kabuh,
Jombang. Formasi ini tersusun oleh batupasir dengan material non vulkanik
antara lain kuarsa, berstruktur silang siur dengan sisipan konglomerat,
mengandung moluska air tawar dan fosil-fosil vertebrata. Formasi ini mempunyai
penyebaran geografis yang luas. Di daerah Kendeng barat formasi ini tersingkap
di kubah Sangiran sebagai batupasir silang siur dengan sisipan konglomerat dan
tuf setebal 100 meter. Batuan ini diendapkan fluvial dimana terdapat struktur
silang siur, maupun merupakan endapan danau karena terdpaat moluska air tawar
seperti yang dijumpai di Trinil.
6.
Formasi
Notopuro
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Notopuro, Timur
Laut Saradan, Madiun yang saat ini telah dijadikan waduk. Formasi ini terdiri
atas batuan tuf berselingan dengan batupasir tufaan, breksi lahar dan
konglomerat vulkanik. Makin keatas sisipan batupasir tufaan semakin banyak.
Sisipan atau lensa-lensa breksi volkanik dengan fragmen kerakal terdiri dari
andesit dan batuapung juga ditemukan yang merupakan cirri formasi Notopuro.
Formasi ini terendapkan secara selaras diatas formasi Kabuh, tersebar sepanjang
Pegunungan Kendeng dengan ketebalan lebih dari 240 meter. Umur dari formasi ini
adalah Plistosen akhir dan merupakan endapan lahar di daratan.
7.
Endapan
undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen
napal dan andesit disamping endapan batupasir yang mengandung fosil-fosil
vertebrata. di daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik
sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang agak terkonsolidasi dan
menumpang di atas bidang erosi pada Formasi Kabuh maupun Notopuro.
3. Struktur Geologi Regional
Deformasi
pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen),
deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik
lempeng dimana diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utara – selatan
dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi
deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng.
Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang
menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik dimana banyak zona sesar
naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota formasi.
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.
Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak.
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.
Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak.
Secara umum struktur – struktur yang
ada di Zona Kendeng berupa :
1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur.
2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi.
3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut.
4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.
by: Ayu Evi Octaviana TGL'13 UGM
1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur.
2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi.
3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut.
4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.
by: Ayu Evi Octaviana TGL'13 UGM
sumber terkait :
De Genevraye ,P. , Samuel , Luki . 1972. Geology of the Kendeng Zone (Central and East Java) . Indonesian Petroleum Association
Harsono, Pringgroprawiro. 1983. Stratigrafi daerah Mandala Rembang dan sekitarnya . Jakarta
Rahardjo, Wartono. 2004. Buku Panduan Ekskursi Geologi Regional Pegunungan Selatan dan Zona Kendeng. Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
(dengan beberapa perubahan)
http://novianto-geophysicist.blogspot.com/2012/01/geologi-regional-zona-kendeng.html diakses pada 16 Mei 2014 pukul
09:30 pm.
GEOLOGI REGIONAL PEGUNUNGAN SELATAN
I. Geomorfologi Regional
Lokasi
daerah Bayat berada kurang lebih 25 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Secara
umum fisiografi Bayat dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah di sebelah utara
Kampus Lapangan terutama di sisi utara jala raya Kecamatan Wedi yang disebut
sebagai area Perbukitan Jiwo (Jiwo Hills), dan area di sebelah selatan Kampus Lapangan
yang merupakan wilayah Pegunungan Selatan (Southern Mountains).
a. Perbukitan Jiwo
Perbukitan
Jiwo merupakan inlier dari batuan Pre-Tertiary dan Tertiary di sekitar endapan
Quartenary, terutama terdiri dari endapan fluvio-volcanic yang berasal dari G.
Merapi. Elevasi tertinggi dari puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 m di
atas muka air laut, sehingga perbukitan tersebut merupakan suatu perbukitan
rendah.
Perbukitan
Jiwo dibagi menjadi dua wilayah yaitu Jiwo Barat dan Jiwo Timur yang keduanya
dipisahkan oleh Sungai Dengkeng secara antecedent. Sungai Dengkeng sendiri
mengalir mengitari komplek Jiwo Barat, semula mengalir ke arah South-Southwest,
berbelok ke arah East kemudian ke North memotong perbukitan dan selanjutnya
mengalir ke arah Northeast. Sungai Dengkeng ini merupakan pengering utama dari
dataran rendah di sekitar Perbukitan Jiwo.Gambar 4.2. Pembagian fisiografi
daerah Bayat di mana Perbukitan Jiwo Barat dan Timur dipisahkan oleh Sungai
Dengkeng.
Dataran
rendah ini semula merupakan rawa-rawa yang luas akibat air yang mengalir dari
lembah G. Merapi tertahan oleh Pegunungan Selatan. Genangan air ini, di utara
Perbukitan Jiwo mengendapkan pasir yang berasal dari lahar. Sedangkan di
selatan atau pada bagian lekukan antarbukit di Perbukitan Jiwo merupakan
endapan air tenang yang berupa lempung hitam, suatu sedimen Merapi yang subur
ini dikeringkan (direklamasi) oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk dijadikan
daerah perkebunan. Reklamasi ini dilakukan degan cara membuat saluran-saluran
yang ditanggul cukup tinggi sehingga air yang datang dari arah G. Merapi akan
tertampung di sungai sedangkan daerah dataran rendahnya yang semula berupa
rawa-rawa berubah menjadi tanah kering yang digunakan untuk perkebunan.
Sebagian dari rawayang semula luas itu disisakan di daerah yang dikelilingi
Puncak Sari, Tugu, dan Kampak di Jiwo Barat, dikenal sebagai Rawa Jombor. Rawa
yang disisakan itu berfungsi sebagai tendon untuk keperluan irigasi darah
perkebunan di dataran sebelah utara Perbukitan Jiwo Timur.
Untuk mengalirakan
air dari rawa-rawa tersebut, dibuat saluran buatan dari sudut Southwest
rawa-rawa menembus perbukitan batuan metamorfik di G. Pegat mengalir ke timur
melewati Desa Sedan dan memotong Sungai Dengkeng lewat aqueduct di sebelah
seatan Jotangan menerus ke arah timur.
Daerah
perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan perbukitan memanjang
dengan punggung yang tumpul sehingga kenampakan punca-puncak tidak begitu
nyata. Tebing-tebing perbukitannya tidak terlalu terbiku sehingga alur-alurnya tidak
banyak dijumpai (Perbukitan Bawak-Temas di Jiwo Timur dan Tugu-Kampak di Jiwo
Barat). Untuk daerah yang tersusun oleh batuan metamorfik perbukitannya
menunjukkan relief yang lebih nyata dengan tebing-tebing yang terbiku kuat.
Kuatnya hasil penorehan tersebut menghasilkan akumulasi endapan hasil erosi di
kaki perbukitan ini yang dikenal sebagai colluvial. Puncak-puncak perbukitan
yang tersusun dari batuan metamorfik terlihat menonjol dan beberapa diantaranya
cenderung berbentuk kerucut seperti puncak Jabalkat dan puncak Semanggu. Daerah
degan relief kuat ini dijumpai daerah Jiwo Timur mulai dari puncak Konang kea
rah timur hingga puncak Semanggu dan Jokotuo. Daerah di sekitar puncak Pendul
merupakan satu-satunya tubuh bukit yang seluruhnya tersusun oleh batuan beku.
Kondisi morfologinya cukup kasar mirip perbukitan metamorfik namun relief yang
ditunjukkan puncaknya tidak sekuat perbukitan metamorfik.
b. Daerah Jiwo Barat
Jiwo Barat
terdiri dari deretan perbukitan G. Kampak, G. Tugu, G. Sari, G. Kebo, G. Merak,
G. Cakaran, dan G. Jabalkat. G. Kampak dan G. Tugu memiliki litologi
batugamping berlapis, putih kekuningan, kompak, tebal lapisan 20 – 40 cm. Di
daerah G. Kampak batugamping tersebut sebagian besar merupakan suatu tubuh yang
massif, menunjukkan adanya asosiasi dengan kompleks terumbu (reef). Di antara
G. Tugu dan G. Sari batugamping tersebut mengalami kontak langsung dengan
batuan metamorfik (mica schist).
Daerah
Jiwo Barat memiliki puncak-puncak bukit berarah utara-selatan yang diwakili
oleh puncak Jabalkat, Kebo, Merak,
Cakaran, Budo, Sari, dan Tugu dengan di bagian paling utara membelok ke arah
barat yaitu G. Kampak.
Batuan
metamorf di daerah ini mencakup daerah di sekitar G. Sari, G. Kebo, G. Merak,
G. Cakaran, dan G. Jabalkat yang secara umum berupa sekis mika, filit, dan
banyak mengandung mineral kuarsa. Di sekitar daerah G. Sari, G. Kebo, dan G.
Merak pada sekis mika tersebut dijumpai
bongkah-bongkah andesit dan mikrodiorit. Zona-zona lapukannya berupa spheroidal
weathering yang banyak dijumpai di tepi jalan desa. Batuan beku tersebut
merupakan batuan terobosan yang mengenai tubuh sekis mika . singkapan yang baik
dijumpai di dasar sungai-sungai kecil yang menunjukkan kekar kolom (columnar
joint).
Batuan
metamorfik yang dijumpai juga berupa filit sekis klorit, sekis talk, terdapat
mieral garnet, kuarsit serta marmer di sekitar
G. Cakaran, dan G. Jabalkat. Sedangkan pada bagian puncak dari kedua
bukit itumasih ditemukan bongkah-bongkah konglomerat kuarsa. Sedangkan di
sebelah barat G. Cakaran pada area
pedesaan di tepian Rawa Jombor masih dapat ditemukan sisa-sisa konglomerat
kuarsa serta batupasir. Sampai saat ini batuan metamorfik tersebut ditafsirkan
sebagai batuan berumur Pre-Tertiary, sedagkan batupasir dan konglomerat
dimasukkan ke dalam Formasi Wungkal.
Di daerah
ini dijumpai dua inlier (isolated hill) masing-masing di bukit Wungkal dan
bukit Salam. Bukit Wungkal semakin lama semakin rendah akibat penggalian
penduduk untuk mengambil batu asah (batu wungkal) yang terdapat di bukit
tersebut.
c. Daerah Jiwo Timur
Daerah ini
mencakup sebelah timur Sungai Dengkeng yang merupakan deretan perbukitan yang
terdiri dari Gunung Konang, Gunung Pendul, Gunung Semangu, Di lereng selatan
Gunung Pendul hingga mencapai bagian puncak, terutama mulai dari sebelah utara
Desa Dowo dijumpai batu pasir berlapis, kadang kala terdapat £ragmen sekis mika
ada di dalamnya. Sedangkan di bagian timur Gunung Pendul tersingkap batu
lempung abu-abu berlapis, keras, mengalami deformasi lokal secara kuat hingga
terhancurkan.
Hubungan
antar satuan batuan tersebut masih memberikan berbagai kemungkinan karena
kontak antar satuan terkadang tertutup oleh koluvial di daerah dataran.
Kepastian stratigrafis antar satuan batuan tersebut barn dapat diyakini jika
telah ada pengukuran umur absolut. Walaupun demikian berbagai pendekatan
penyelidikan serta rekontruksi stratigrafis telah banyak dilakukan oleh para
ahli.
Daerah
perbukitan Jiwo Timur mempunyai puncak-puncak bukit berarah barat-timur yang
diwakili oleh puncak-puncak Konang, Pendul dan Temas, Gunung J okotuo dan
Gunung T emas.
Gunung
Konang dan Gunung Semangu merupakan tubuh batuan sekis-mika, berfoliasi cukup
baik, sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh intrusi mikrodiorit. Gunung
Jokotuo merupakan batuan metasedimen (marmer) dimana pada tempat tersebut
dijumpai tanda-tanda struktur pense saran. Sedangkan Gunung Temas merupakan
tubuh batu gamping berlapis.
Di sebelah
utara Gunung Pendul dijumpai singkapan batu gampmg nummulites, berwarna abu-abu
dan sangat kompak, disekitar batu gamping nummulites tersebut terdapat batu
pasir berlapis. Penyebaran batugamping nummulites dijumpai secara
setempat-setempat terutam di sekitar desa Padasan, dengan percabangan ke arah
utara yang diwakili oleh puncak Jopkotuo dan Bawak.
Di bagian
utara dan tenggara Perbukitan Jiwo timur terdapat bukit terisolir yang menonjol
dan dataran aluvial yang ada di sekitamya. Inlier (isolited hill) ini adalah
bukit Jeto di utara dan bukit Lanang di tenggara. Bukit Jeto secara umum
tersusun oleh batu gamping Neogen yang bertumpu secara tidak selaras di atas
batuan metamorf, sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh batu
gamping Neogen.
d. Daerah Pegunungan
selatan
Di sebelah
selatan Kampus Lapangan hingga mencapai puncak Pegunungan Baturagung, secara
stratigrafis sudah tennasuk wilayah Pegunungan Selatan. Secara struktural
deretan pegunungan tersebut, pada penampang utara-selatan, merupakan suatu
pegunungan blok patahan yang membujur barat-timur.
Untuk
daerah di sekitar kampus lapangan, litologi yang dijumpai merupakan bagian dari
Fonnasi Kebo, Butak dan Semilir. Beberapa lokasi singkapan penting penting
antard lain sekitar Lanang dan desa Tegalrejo dijumpai” batu pasir tufan dengan
sisipan serpih. Di selatan desa Banyuuripan, yaitu desa Kalisogo, ditemukan
breksi autoklastik dengan pola retakan radial yang ditafsirkan sebagai produk
submarine breccia. Semakin ke selatan, sekitar desa Tanggul, Jarum dan Pendem,
terdapat singkapan endapan kipas aluvial. Di bagian barat daya, sekitar desa
Tegalrejo, dijumpai batu pasir berlapis dengan pelapukan mengulit bawang. Di
bagian timumya terdapat batu lempung abu-abu dengan zona kekar.
Naik ke
arah puncak Baturagung, perlapisan-Iperlapisan batuan sedimen akan dijumpai
dengan baik, dapat berupa batu pasir, batu lempung, batu pasir krikilan, batu
pasir tufa maupun sisipan breksi. Pengamtan sepanjang jalan ini sangat penting
untuk melacak keaadaan strtigrafis serta struktur geologi di daerah selatan
Kampus Lapangan.
II. Stratigrafi Regional
Batuan
tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf berupa
filtit, sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat untuk batuan
malihan hingga saat ini masih belum ada. Satu-satunya data tidak langsung untuk
perkiraan umurnya adalah didasarkan fosil tunggal Orbitolina yang diketemukan
oleh Bothe (1927) di dalam fragmen konglomerat yang menunjukkan umur Kapur.
Dikarenakan umur batuan sedimen tertua yang menutup batuan malihan tersebut
berumur awal Tersier (batu pasir batu gamping Eosen), maka umur batuan malihan
tersebut disebut batuan Pre-Tertiary Rocks.
Secara
tidak selaras menumpang di atas batuan malihan adalah batu pasir yang tidak
garnpingan sarnpai sedikit garnpingan dan batu lempung, kemudian di atasnya
tertutup oleh batu gamping yang mengandung fosil nummulites yang melimpah dan
bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping Discocyc1ina, menunjukkan lingkungan
laut dalarn. Keberadaan forminifera besar ini bersarna dengan foraminifera
plangtonik yang sangat jarang ditemukan di dalam batu lempung gampingan,
menunjukkna umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas. Secara resmi, batuan berumur
Eosen ini disebut Formasi Wungkal-Garnping. Keduanya, batuan malihan dan
Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh batuan beku menengah bertipe dioritik.
Diorit di
daerah Jiwo merupakan penyusun utam Gunung Pendul, yang terletak di bagJn timur
Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike. Singkapan batuan beku di
Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi di atas batuan Eosen
yang miring ke arah selatan. Batuan beku ini secara stratigrafi terletak di
bawah batu pasir dan batu garnping yang masih mempunyai kemiringan lapisan ke
arah selatan. Penentuan umur pada dike! intrusi pendul oleh Soeria Atmadja dan
kawan-kawan (1991) menghasilkan sekitar 34 juta tahun, dimana hasil ini kurang
lebih sesuai dengan teori Bemmelen (1949), yang menfsirkan bahwa batuan beku
tersebut adalah merupakan leher/ neck dari gunung api Oligosen. Mengenai
genetik dan generasi magmatisme dari diorit di Perbukitan Jiwo masih memerlukan
kajian yang lebih hati-hati.
Sebelum
kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut disebabkan oleh
pengangkatan atau penurunan muka air laut selama peri ode akhir oligosen.
Proses erosi terse but telah menurunkan permukaan daratan yang ada, kemudian
disusul oleh periode transgresi dan menghasilkan pengendapan batu garnping
dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut mempunyai
ciri litologi yang sarna dengan Formasi Oyo yang tersingkap lenih banyak di
Pegunungan Selatan (daerah Sambipitu Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah
Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi
WungkalGampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sang at berbeda dengan Pegunungan
Baturagung di selatannya. Di sini ketebalan batuan volkaniklastik-marin yang
dicirikan turbidit dan sedimen hasil pengendapan aliran gravitasi lainnya
tersingkap dengan baik. Perbedaan-perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh
kompleks sistem sesar yang memisahkan daerah Perbukitan Jiwo dengan Pegunungan
Baturagung yang telah aktif sejak Tersier Tengah.
Selama
zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir. Pengangkatan yang
diikuti dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan Jiwo berubah menjadi
daerah lingkungan darat. Pasir vulkanik yang berasal dari gunung api Merapi
yang masih aktif mempengaruhi proses sedimentasi endapan aluvial terutama di
sebelah utara dan barat laut dari Perbukitan Jiwo.
Keadaan stratigrafi
Pegunugan Selatan, dari tua ke muda yaitu :
Formasi
Kebo, berupa batu pasir vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan lava, umur
Oligosen (N2-N3), ketebalan formasi sekitar 800 meter.
Formasi
Butak, dengan ketebalan 750 meter berumur Miosen awal bagian bawah (N4),
terdiri dari breksi polomik, batu pasir dan serpih.
Formasi
Semilir, berupa tufa, lapili, breksi piroklastik, kadang ada sisipan lempung
dan batu pasir vulkanik. Umur N5-N9. Bagian tengah meJ1iari dengan Formasi
Nglanggran.
Formasi
Nglanggran, berupa breksi vulkanik, batu pasir vulkanik, lava dan breksi
aliran.
Dari
puncak Baturagung ke arah selatan, yaitu menuju dataran Wonosari akan dijumpai
Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan Formasi Kepek.
III. Struktur Geologi Regional
Struktur-struktur
geologi yang bekembang di daerah penelitian adalah struktur lipatan dan
sesar-sesar naik, turun dan sesar mendatar. Struktur Geologi tersebut
berkembang diperkirakan akibat bekerjanya gaya kompresi berarah hampir
utara-selatan yang kemungkinan berlangasung dalam dua periode, pada awal kala
Miosen Tengah sebelum Formasi Oyo diendapkan dan pada kala Pliosen setelah
Formasi Oyo diendapkan. Bahan Galian yang terdapat di daerah peneltian yang
memiliki nilai ekonomis adalah marmer,batugamping, lempung, breksi tufa dan
batuan beku.
by : Ayu Evi Octaviana TGL'13 UGM
sumber:
Bemmelen, Van.1949.The Geologi of Indonesia.Batavia
Van
Bemmelen, R. W., 1970, The Geologi of
Indonsia, vol. 1A, General Geologi of Indonesia and Adjacent Archipelagoes,
2nd ed, Martinus Nijhoff,
the haque.
http://ibnudwibandono.wordpress.com/2010/07/12/geologi-regional-bayat-klaten/
IAGEOUPN. 2010. Guide Book Field
Trip Bayat-Karangsambung IAGEOUPN. Yogyakarta : Ikatan Alumni Geologi UPN
Prasetyadi . 2007 . Evolusi tektonik
Paleogen Jawa Bagian Timur, disertasi ITB, tidak dipublikasikan
Langganan:
Postingan (Atom)